Sabtu, 19 Mei 2012

Umur yang Layak dalam Pembelajaran Bahasa Asing


Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Pada Mata Kuliah psikologi belajar bahasa
Dosen Pengampu :
Prof. Dr.H.Moch.Matsna HS,M.A
Asisten Dosesn :
Erta Mahyuddin, Lc., S.S., M.Pd.I.





Disusun Oleh :

Nasrullah : 109012000020
Ira Fardiawati : 109012000030
Sri Herawati  : 109012000004





JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012


UMUR YANG LAYAK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ASING

A.      Pendahuluan
Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya. Karena itu pengajaran bahasa asing, semisal bahasa Arab, harus dijalani sesuai dengan tuntutan pembelajaran anak. Dan untuk dapat berbuat demikian, diperlukan seorang guru yang benar-benar kompeten dalam pembelajaran bahasa Arab untuk anak-anak.[1]
Simpulan dari semua studi, umumnya menyatakan bahwa dalam belajar bahasa anak-anak lebih baik daripada orang dewasa dalam semua hal, terutama berkenaan dengan pencapaian hasil akhir. Anak-anak kelihatan sangat luas dan mudah dalam memperoleh bahasa baru.
Waktu yang tepat untuk memulai belajar bahasa kedua di sekolah umum, sesuai dengan tuntutan psikologi anak adalah umur 6-10 tahun. Untuk belajar bahasa secara alamiah di lingkungan penutur asli dapat terjadi hanya selama priode kritis untuk pemerolehan bahasa, yaitu umur dua tahun dan masa pubertas. Sebelum umur dua tahun, belajar bahasa tidak mungkin dilakukan karena kurangnya kedewasaan otak, sedangkan pada masa pubertas laterisasi fungsi bahasa ke dalam bagian otak yang disebut hamisfer dominan telah selesai. Hal ini mengakibatkan hilangnya kelenturan serebral otak yang diperlukan untuk belajar bahasa. Oleh karena itu setelah masa pubertas bahasa harus diajarkan dan dipelajari melalui usaha sadar dan keras dan dalam situasi yang harus diciptakan.[2]

B.       Kesiapan Anak-Anak Mempelajari Bahasa Arab (Asing)
Pembelajaran bahasa Arab untuk anak-anak yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing, bukan sebagai bahasa ibu. Artinya sebagai bahasa tambahan yang dipelajari oleh seseorang diluar bahasa asli yang menjadi bahasa komunikasinya sehari-hari.[3] Dan yang dimaksud dengan anak-anak adalah mereka yang berusia antara 6 sampai 12 tahun, yaitu sampai mereka mencapai penghujung “Masa Sekolah Bahasa Ibu”. Masa sekolah bahasa ibu adalah istilah yang diperkenalkan oleh Johan Amos Comenisus yang membagi masa-masa perkembangan manusia berdasarkan tingkat sekolah yang diduduki anak itu sesuai dengan tingkat usia dan menurut bahasa yang dipelajarinya di sekolah.[4]
Di antara berbagai faktor mempengaruhi kesiapan siswa mempelajari bahasa asing adalah faktor usia. Terkait dengan faktor usia ini, yang pasti disepakati oleh banyak pihak adalah tingkat kematangan berbahasa anak yang diidentikkan dengan tingkat usia mempunyai pengaruh besar terhadap penguasaan bahasa asing. Lalu apakah anak-anak dianggap telah siap untuk mempelajari bahasa asing? Ada yang beranggapan mereka sudah siap bahkan semakin muda usia semakin mudah anak belajar bahasa asing dibandingkan orang dewasa. Ada pula yang berpendapat, belajar bahasa asing sejak dini bukan jaminan keberhasilan.[5]
Beberapa alasan yang diajukan oleh orang-orang yang menolak pembelajaran bahasa asing untuk anak-anak diantaranya dikatakan dalam bukunya doktor ali muhammad alqosimi banyak ditemukan buku dan artikel yang tidak percaya tentang hal memasukkan bahasa asing ke dalam materi pembelajaran bagi pemula, alasan ini berdasarkan psikologi dan kesiapan anak,orang dewasa lebih mampu mempelajari bahasa asing,  pelajaran bahasa asing menyulitkan anak-anak, mempelajari bahasa asing dapat menghalangi anak-anak menguasai bahasa ibunya dengan baik, dan dualisme bahasa dapat menghalangi pertumbuhan kognisi dan efeksi anak-anak
Dari segi kognitif, orang dewasa cenderung lebih sempurna dalam menguasai kaidah ekplisit, yaitu tatabahasa. Namun dari segi afektif, yaitu sikap dan sifat pribadi yang mendukung proses belajar bahasa kedua, orang tua cenderung kurang dibandingkan anak-anak. Hal ini dilaporkan oleh hasil penelitian Taylor pada tahun 1974 dan Schuman pada tahun 1975. Mereka melaporkan bahwa anak-anak mempunyai kapasitas pribadi yang lebih besar daripada orang dewasa. Anak-anak belum memiliki hambatan-hambatan psikologis tentang identitas diri, yaitu misalnya rasa takut salah dalam menggunakan bahasa kedua. Mereka tidak terhalangi dalam belajar bahasa kedua dengan sikap negative terhadap penutur bahasa itu dan anak-anak pada umumnya mempunyai dorongan yang kuat untuk belajar bahasa. Ini berarti bahwa anak-anak menghadapi tugas belajarnya sebagi tugas yang ringan.[6]
Namun sebaliknya, seperti telah dikemukakan, orang dewasa mempunyai beberapa keuntungan kognitif yang lebih baik daripada anak-anak, terutama bila bahasa kedua dipelajari dalam situasi kelas dengan banyak penekanan pada kaidah bahasa. Orang dewasa mempunyai kapasitas ingatan yang lebih besar, cara berpikir yang lebih dewasa, sehingga hal inipun menjadi pendorong belajar yang kuat. Terutama sekali bila tujuan belajar berbahasa itu bersifat instrumental, yaitu bahasa sebagai alat. Misalnya, belajar bahasa untuk tujuan perjalanan jauh ke luar negeri.[7]
 Sedangkan doctor qousi, seorang spesialis psikologi pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran bahasa asing pada usia dini itu lebih baik, dan bahasa asing itu tidak akan berdampak negative bagi pengetahuannya tentang bahasa ibu mereka.[8] Bandingkan dengan alasan-alasan para pendukung pengajaran bahasa asing untuk anak-anak berikut ini, yaitu :
(a)      semakin hari kebutuhan akan penguasaan bahasa asing semakin meningkat, karenanya harus dipersiapkan sejak dini,
(b)      secara sosial banyak masyarakat yang menggunakan dua atau lebih bahasa untuk komunikasi sehari-hari mereka, ada juga beberapa Negara yang memiliki lebih dari satu bahasa resmi,
(c)      dari sudut pandang pendidikan, mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak sejak dini berarti membekali mereka dengan wawasan hidup yang mengglobal,
(d)     anak-anak mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk belajar banyak bahasa, diantaranya kemampuan mereka untuk meniru bunyi-bunyi bahasa yang tidak dimiliki orang dewasa,
(e)      berdasarkan penelitian terhadap perkembangan saraf-saraf otak manusia menunjukkan bahwa pada masa anak-anak kondisinya fleksibel sehingga gampang untuk diperkenalkan dengan beberapa bahasa,
(f)       perkembangan bahasa manusia bukan lahir begitu saja (garaziy/instinctive), tetapi harus dibiasakan,
(g)      karena bahasa adalah kebiasaan maka membiasakan anak-anak untuk berbahasa dengan beberapa bahasa sekaligus sejak dini lebih gampang dari pada ketika mereka sudah dewasa dimana kebiasaan berbahasanya sudah mapan dengan suatu bahasa tertentu dan susah diubah atau diperbaiki,
(h)      pengalaman beberapa Negara (seperti Amerika, Prancis, dan Jerman) dalam mengajarkan bahasa asing untuk anak-anak menunjukkan hasil yang menggembirakan.[9] 
Ditegaskan lagi bahwa yang dimaksud dengan anak-anak dalam makalah ini adalah mereka yang berada pada usia antara 6 sampai 12 tahun, secara normal mereka adalah sedang belajar di kelas 1 sampai kelas 6 Madrasah Ibtida’iyah/Sekolah Dasar. Usia 6 sampai 12 tahun merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu. Alasannya, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, otak anak masih elastis dan lentur, sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus. Lagi pula daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis.[10]
 Sebaliknya, sebelum anak-anak mencapai usia 6 tahun sebaiknya kita harus mengambil sikap menahan diri. Dan yang lebih penting adalah hendaknya pengajaran bahasa Arab atau bahasa asing lainnya tidak dipaksakan kepada anak-anak dan dengan memperhatikan kebutuhan dan perkembangan mereka. Para orang tua dan guru dianjurkan agar tidak memaksakan anak-anak (murid) mereka yang masih dibawah lima tahun untuk belajar bahasa asing selain bahasa ibunya. Karena, hal itu dapat menganggu perkembangan kecerdasan emosi, intelektual, serta motorik si anak. Kalau dipaksakan bisa terhambat, dan tumbuh hanya dengan perintah. Sebaiknya orang tua jangan memaksakan obsesinya kepada anak-anaknya. Dalam usia balita, anak pun belum membutuhkan kemampuan berbahasa asing. Anak-anak cukup mengetahui adanya bahasa asing, tetapi tidak harus mempelajarinya.[11]
Ditambah lagi bahwa dalam bahasa terkandung makna-makna moral yang perlu diketahui oleh anak. Sehingga, ketika anak belajar bahasa ibu, ia mengetahui nilai moral maupun budaya dibalik kata-kata yang diucapkannya. Adapun bahasa asing memiliki pendekatan budaya yang berbeda dari bahasa ibu. Sehingga, bahasa asing sebaiknya dikenalkan kepada anak sebatas sebeagai pengetahuan saja. Bila anak-anak yang dipaksakan belajar bahasa asing, dikhawatirkan dapat menganggu pertumbuhan kejiwaannya. Apalagi bila tidak ditanamkan nilai-nilai dasar yang memadai. Bahasa itu simbol. Jadi sebelum si anak memahami betul bahasa ibunya maka orangtua jangan memaksakan anak untuk belajar bahasa asing.[12]

C.      Karakteristik Siswa MI/SD Sebagai Pembelajar Pemula Bahasa Arab (Asing)
Pada umumnya karakteristik siswa MI/SD senang belajar sesuatu yang baru, termasuk belajar bahasa dengan cara melakukan sesuatu (learning by doing), misalnya dengan bermain, bernyanyi, dan menggerakkan anggota tubuh.
Pada umumnya anak-anak memiliki sikap egocentric, yaitu ada kecenderungan mereka suka menghubungkan apa yang mereka pelajari dan apa yang mereka lakukan dengan diri mereka sendiri. Mereka akan menyukai segala hal dalam pelajaran bahasa yang ada hubungannya dengan kehidupan mereka dengan dunia sekelilingnya. Misalnya, akan lebih mudah untuk mempelajari materi atau bahan yang menggunakan kata atau frasa, seperti :
 اسمي .......................، عندي.....................، هذا قلمي ....................
            Dalam proses perkembangannya anak akan mengalami perubahan. Perubahan fisik karena mereka tumbuh dan perubahan sifat dan perilakunya. Menginjak usia 10 tahun (kelas 4) mereka mengalami proses perubahan yang tadinya egocentric menuju kehubungan timbale balik, yaitu tidak hanya berpusat pada dirinya, tetapi sudah memperhatikan orang lain yang tadinya berfokus pasa dirinya (أنا ....... عندي ........) sekarang mulai terbuka untuk yang lain, misalnya sudah memperhatikan أنت , yaitu temannya.
            Waktu memperkenalkan bahasa Arab kepada anak-anak, sebaiknya diawali dengan hal-hal yang kongkret lebih dahulu. Kemudian menuju ke hal-hal yang bersifat abstrak. Pada tingkat permulaan sebaiknya tidak hanya mengandalkan kata-kata dan bahasa lisan saja, tetapi perlu dilengkapi dengan contoh nyata. Banyak objek atau benda nyata dan gambar yang bisa digunakan. Benda-benda yang ada disekitar anak-anak, misalnya kursi, meja, papan tulis, pintu, alat-alat tulis merupakan contoh benda kongkret yang dengan mudah dapat diperkenalkan kepada siswa dalam bahasa Arab dan dapat digunakan untuk memperkenalkan secara implisit struktur kalimat bahasa Arab.
            Ketika usia anak sudah bertambah, mereka sudah bisa membedakan antara fakta dan fiksi dan mulai bisa mengerti hal-hal yang abstrak. Beberapa ahli menyatakan bahwa anak adalah pembelajar aktif (active learners). Anak-anak yang pada dasarnya aktif akan menyukai pembelajaran melalui permainan-permainan, cerita maupun lagu. secara tidak langsung mereka akan lebih termotivasi untuk belajar bahasa Arab. Bermain merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Guru perlu memanfaatkan beberapa teknik tersebut untuk mengembangkan pembelajaran di MI.
Pada usia 10-12 tahun anak-anak sudah dapat bekerja sama dengan temannya. Mereka dapat diberi kegiatan untuk dikerjakan bersama-sama. Walaupun ada anak yang sudah dapat berkonsentrasi lebih lama, variasi kegiatan masih diperlukan. Kerja kelompok dapat berupa membuat daftar, melengkapi kalimat, mengisi teka-teki silang dan masih banyak yang lain.
Kehidupan anak-anak dipenuhi dengan warna. Kegiatan dan tugas-tugas yang disertai gambar-gambar yang cukup besar dan berwarna-warni dapat membuat mereka lebih gembira. Kegiatan mewarnai gambar tentu akan dikerjakan dengan gembira sambil mengenal nama-nama dalam bahasa Arab dan benda yang ada pada gambar tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya anak-anak suka bernyanyi dan mendengarkan lagu. Kegiatan belajar bahasa dengan melalui lagu disukai oleh hampir semua anak termasuk anak yang pemalu sekalipun. Ketika anak-anak bernyanyi berarti mereka menggunakan bahasa Arab untuk menyampaikan suatu pesan yang cukup bermakna.
Games atau permainan, cerita dan teka-teki sama menariknya bagi pembelajar muda. Melalui cerita, siswa dapat lebih memusatkan perhatian pada konteks secara utuh, bukan kata demi kata. Demikian pula dengan melalui permainan, siswa terdorong untuk lebih aktif dan lebih bebas dan alami menggunakan bahasa Arab dalam situasi yang gembira.
Muhaiban (2008) menjelaskan beberapa karakteristik lain anak-anak seperti berikut ini : (1) memiliki kecenderungan suka bermain dan bersenang-senang, (2) memahami hal-hal di sekitarnya secara holistik (utuh) tidak secara analitik, (3) belajar bahasa melewati suatu masa yang disebut periode bisu (fatroh al-shumti), dimana mereka hanya dapat mendengar, belum dapat berbicara, (4) cenderung belajar bahasa melalui pemerolehan, yaitu suatu pengembangan kemampuan berbahasa secara alamiah, bukan mempelajari bahasa secara formal dengan mengkaji aturan-aturan bahasa; dan (5) pada usia sekolah dasar pada umumnya berada pada taraf berfikir secara kongkret.
Para ahli pembelajaran bahasa untuk anak, di antaranya Scott, Lee, dan Borridge mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan dalam pengajaran bahasa untuk anak-anak, yaitu sebagai berikut.[13] (1) Pembelajaran bahasa berpijak pada dunia anak, yaitu keluarga, rumah, sekolah, mainan dan teman bermain. (2) Pembelajaran bahasa berangkat dari sesuatu yang sudah diketahui dan dekat dengan atau mudah dijangkau oleh siswa ke sesuatu yang belum diketahui atau jauh dari jangkauan mereka. Misalnya, dari lingkungan rumah kelingkungan luar rumah, dilanjutkan ke lingkungan teman sejawat, kemudian ke lingkungan sekolah. (3) Pembelajaran bahasa dikaitkan dengan hal-hal yang menjadi interes (daya tarik) anak. (4) Pokok-pokok pembelajaran yang disajikan berangkat dari pengetahuan yang tidak dimiliki siswa, dengan menggunakan bahasa Arab sederhana. (5) Tugas-tugas dalam pelajaran bahasa diorientasikan kepada aktifitas atau kegiatan gerak. (6) Bahan pembelajaran merupakan kombinasi antara sesuatu yang bersifat fiksi dan non-fiksi/kongkret. (7) Materi pembelajaran diorientasikan kepada pengembangan keterampilan bahasa. (8) Budaya nasional dan asing dikenalkan secara bertahap. (9) Pokok-pokok pembelajaran dan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan usia pembelajar.
Selain ciri-ciri pembelajar bahasa pemula yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru, antara lain berikut ini.
1.      Anak-anak sebenarnya belum menyadari untuk apa mereka belajar bahasa asing walaupun mereka senang dan bersemangat.
2.      Anak belajar bahasa Arab mula-mula dengan cara menyimak, kemudian menirukan. Kadang-kadang mereka seolah-olah tidak mendengarkan, tetapi suatu ketika dapat menirukan dengan benar.
3.      Dunia anak dengan berbagai kegiatannya berbeda dengan dunia orang dewasa. Anak tidak selalu memahami apa yang dikatakan orang dewasa. Demikian pula orang dewasa, tidak selalu mengerti apa yang dikatakan anak. Interaksi social sangat penting manfaatnya.
4.      Anak selalu ingin tahu. Oleh karena itu, anak-anak suka bertanya.[14]

D.      Kesimpulan
Pembelajaran bahasa Arab untuk anak-anak yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing, bukan sebagai bahasa ibu. Artinya sebagai bahasa tambahan yang dipelajari oleh seseorang diluar bahasa asli yang menjadi bahasa komunikasinya sehari-hari.[15] Dan yang dimaksud dengan anak-anak adalah mereka yang berusia antara 6 sampai 12 tahun.
Alasan yang diajukan oleh orang-orang yang menolak pembelajaran bahasa asing untuk anak-anak diantaranya dikatakan dalam bukunya doktor ali muhammad alqosimi banyak ditemukan buku dan artikel yang tidak percaya tentang hal memasukkan bahasa asing ke dalam materi pembelajaran bagi pemula. alasan ini berdasarkan psikologi dan kesiapan anak,orang dewasa lebih mampu mempelajari bahasa asing,  pelajaran bahasa asing menyulitkan anak-anak, mempelajari bahasa asing dapat menghalangi anak-anak menguasai bahasa ibunya dengan baik, dan dualisme bahasa dapat menghalangi pertumbuhan kognisi dan efeksi anak-anak.
Alasan para pendukung pengajaran bahasa asing untuk anak-anak berikut ini, yaitu:
a.    semakin hari kebutuhan akan penguasaan bahasa asing semakin meningkat
b.    secara sosial banyak masyarakat yang menggunakan dua atau lebih bahasa untuk komunikasi sehari-hari mereka
c.    dari sudut pandang pendidikan, mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak sejak dini berarti membekali mereka dengan wawasan hidup yang mengglobal,
d.   anak-anak mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk belajar banyak bahasa, diantaranya kemampuan mereka untuk meniru bunyi-bunyi bahasa yang tidak dimiliki orang dewasa,
e.    berdasarkan penelitian terhadap perkembangan saraf-saraf otak manusia menunjukkan bahwa pada masa anak-anak kondisinya fleksibel sehingga gampang untuk diperkenalkan dengan beberapa bahasa,
f.     perkembangan bahasa manusia bukan lahir begitu saja (garaziy/instinctive), tetapi harus dibiasakan,
g.    karena bahasa adalah kebiasaan maka membiasakan anak-anak untuk berbahasa dengan beberapa bahasa sekaligus sejak dini lebih gampang dari pada ketika mereka sudah dewasa dimana kebiasaan berbahasanya sudah mapan dengan suatu bahasa tertentu dan susah diubah atau diperbaiki,
h.    pengalaman beberapa Negara (seperti Amerika, Prancis, dan Jerman) dalam mengajarkan bahasa asing untuk anak-anak menunjukkan hasil yang menggembirakan.[16]

DAFTAR PUSTAKA

Fachrurrozi .Aziz dan Mahyudin Erta.,”Teknik Pembelajaran Bahasa Arab”,(Jakarta: Lembaga Bahasa Yassarna YBMQ, cet.I, th. 2011).
skandaswassid dan Sunendar. Dadang,”Strategi Pembelajaran Bahasa”,(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,Cet.III th.2011)
القاسمي،علي، اتجاهات حديثة في تعليم العربية للناطقين با للغات الأخرى,رياض : عمادة شؤن المكتبات ۱۹۷۹


[1]Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyudin,”Teknik Pembelajaran Bahasa Arab”,(Jakarta: Lembaga Bahasa Yassarna YBMQ, cet.I, th. 2011)., hal. 106
[2]skandaswassid dan Dadang Sunendar,”Strategi Pembelajaran Bahasa”,(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,Cet.III th.2011).,hal.118
[3]Al-Qasimi, 1979: 60, diambil dari buku Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, ditulis oleh Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyudi.
[4]Zulkifli, 2000: 18, diambil dari buku Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, ditulis oleh Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyudi.
[5]Ibid., hal. 169
[6]Ibid.,hal. 118-119
[7]Ibid.,hal. 119
[8]  القاسمي،علي، اتجاهات حديثة في تعليم العربية للناطقين با للغات الأخرى,رياض : عمادة شؤن المكتبات ۱۹۷۹
[9]Al-Qasimi, 1979: 61-17, diambil dari buku Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, ditulis oleh Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyudi.
[10]Ibid., hal. 170
[11]Ibid., hal. 170 - 171
[12]Ibid., hal. 171
[13]Dalam Muhaiban, 2008, diambil dari buku Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, ditulis oleh Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyudi.
[14]Suyanto, 2007: 2.10, diambil dari buku Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, ditulis oleh Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyudi.
[15]Al-Qasimi, 1979: 60, diambil dari buku Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, ditulis oleh Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyudi.
[16]Al-Qasimi, 1979: 61-17, diambil dari buku Teknik Pembelajaran Bahasa Arab, ditulis oleh Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyudi.


untuk DOWNLOAD klick linknya di bawah :
http://www.ziddu.com/download/19428292/jarBahasaUsiayanglayakdalampembelajaranbahasaasing.rtf.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar